SLEMAN (wartakonstruksi.com) – Kos eksklusif tumbuh subur di Yogyakarta, tak terkecuali di Sleman. Dari hasil pendataan pada 2018 silam, setidaknya ada 175 kos eksklusif di Sleman. Sayang, dari jumlah itu 90 persennya tidak memiliki sertifikat laik fungsi (SLF) bangunan.
Pemkab Sleman sendiri tidak dapat berbuat banyak karena regulasi yang ada tidak memadai. Saat ini, Pemkab Sleman masih menerapkan aturan yang mulai diberlakukan sejak 12 tahun silam. Padahal, aturan itu sudah tidak relevan lagi.
Kasi Pembinaan dan Pengawasan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sleman, Bondan Yudobaskoro SH MIDs M.Ec Dev menyebutkan, semenjak moratorium hotel diberlakukan ada kecenderungan pemondokan juga berfungsi layaknya hotel yang bisa disewa mingguan bahkan harian.
Baca juga:
“Itu kelemahan dari Perda Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pemondokan, di dalamnya tidak diatur lama waktu minimal penyewaannya. Yang membedakan eksklusif dengan kos biasa, hanya harga dan fasilitas yang berbeda,†jelas Bondan, Selasa (15/1/2019).
Sebuah bangunan kos, jelas Bondan, diwajibkan mengantongi izin operasional (IO) usaha pemondokan, untuk dapat diterbikan IO harus menyertakan beberapa dokumen di antaranya IPPT, dokumen lingkungan, IMB dan sertifikat laik fungsi (SLF).
“Sebanyak 90 persen mendirikan banguann tidak memenuhi khususnya untuk pemondokan tidak memenuhi persyaratan terutama mengenai SLF. Kebanyakan yang kita temui di lapangan seandinya punya izin pun, surat izinnya tidak dapat ditunjukkan sebab dibawa yang punya di luar kota. Setiap 3 bulan pihak pengelola haruh meleporkan mengenai data pemondok,†katanya.
Pada tahun 2019 direncanakan akan disusun naskah akademik untuk perubahan Perda tersebut.â€Kalau mesti harus dirubah, kalau tidak ya direvisi saja,â€kata dia.
Meski belum mengarah kepada penindakan hingga ke persidangan, akan tetapi di tahun 2018Â pihaknya telah melakukan pendataan dan pembinaan. Penegakan akan diterapkan mulai 2019.
(Eko Purwono/Sodik)
Penulis |
: |
Editor |
: wkeditor |