Blacklist Penyedia Jasa: Pernyataan Tendensius dan Lebay
Selasa, 09 Februari 2021 14:01 WIB

Dodi

Beberapa hari terakhir ramai pemberitaan mengenai kerusakan pada salah satu titik di pelataran Tugu Jogja. Kerusakan yang juga terjadi pada salah satu tutup manhole di kawasan itu menarik perhatian karena kawasan Tugu merupakan salah satu ikon Jogja.

Maka tak heran bila kawasan itu selalu menjadi sorotan. Sejak awal penataan dengan dana sebesar Rp 9,5 miliar, sampai dengan pembukaan kembali kawasan itu secara penuh. Semua tak luput dari  sorotan masyarakat luas. Termasuk saat ada kerusakan kecil pada bagian itu. Gaungnya langsung terasa dimana-mana.

Baca juga

Di luar itu semua ada yang menarik pada statemen dari Ketua Forpi Kota Jogja dan anggota DPRD Kota Jogja yang menyarankan agar penyedia jasa diblack list saja bila pekerjaannya tidak sesuai. Di satu sisi, statemen ini cukup memberi angin segar mengenai ketegasan dalam pengawasan output sebuah proyek yang dikerjakan dengan uang rakyat.

Namun di sisi lain, statemen ini terkesan tendensius dan lebay. Kenapa tendensius, karena kerusakan yang ada di kawasan itu hanya kerusakan kecil dan bisa diperbaiki. Lagi pula penyedia jasa langsung bergerak melakukan perbaikan.

Belum lagi, penyedia jasa memastikan yang dipasang di kawasan itu sudah sesuai dengan spek yang ditentukan. Bila yang sesuai spek ini ternyata masih rusak, tentu layak dipertanyakan bagaimana perencana menyusun dokumen perencanaan untuk proyek tersebut. Perencana pun pastinya sudah punya perhitungan teknis.

Lalu lebay, karena blacklist terhadap penyedia jasa tidak bisa diberlakukan seenaknya, meski bisa diucapkan kapan saja sesuka hati. Blacklist bahkan tidak bisa diberlakukan bagi penyedia jasa yang sudah melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan kontrak.

Pasal 78 Perpres 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ayat (3) huruf a – f mengatur mengenai sanksi bagi penyedia jasa dalam hal: tidak melaksanakan kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan; menyebabkan kegagalan bangunan; menyerahkan jaminan yang tidak dapat dicairkan.

Kemudian melakukan kesalahan dalam perhitungan volume hasil pekerjaan berdasarkan hasil audit. Lalu menyerahkan barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai dengan kontrak berdasarkan hasil audit; dan terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak.

Ayat (5) menjelaskan mengenai sanksi daftar hitam. Pada huruf d disebutkan bahwa sanksi daftar hitam diberlakukan selama 1 tahun terhadap pelanggaran pelanggaran ayat (3) huruf a. Nah pada konteks itulah kenapa kesan tendensius dan lebay itu menemukan korelasinya.

Tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasih atas atensi para pihak, namun ke depan alangkah lebih baik bila statemen yang keluar dan dipublikasi itu dilandasi argumentasi hukum yang relevan sehingga niat baik yang dilakukan tidak merugikan pihak lain.

Oleh : Dodi

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yogyakarta

COMMENTS
Belum ada komentar dari pembaca

Opini

Popular News