YOGYA (waartakonstruksi.com) – Ahli waris eks Bioskop Indra yang terletak di Jalan A Yani Yogya, akhirnya memasang spanduk peringatan agar Pemda DIY mematuhi putusan sela hakim PTUN yang memerintahkan mengehntikan aktivitas di tanah obyek sengketa. Pemasangan dilakukan karena Pemda dinilai bandel, bergeming atas putusan hakim.
"Ini sebagai bentuk peringatan terbuka, setelah sebelumnya kami melayangkan surat ke Pemda agar menghentikan segala aktiivitas di tanah obyek sengketa sesuai putusan hakim Nomor 1/G/2018/PTUN Yk tanggal 3 April 2018,” tegas Erick S Paat SH selaku kuasa hukum Sukrino Wibowo alias Lilik, ahli waris pemilik eks Bioskop Indra, Senin (7/5/2018).
Erick menyatakan, sampai sekarang proses hukum kasus tersebut masih berlangsung di PTUN Yogyakarta. Pihaknya melayangkan gugatan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN sebagai Tergugat I, dan Kepala Kantor BPN Kota Yogyakarta sebagai Tergugat II. Dalam perjalananya, Pemda DIY mengajukan diri sebagai Tergugat II Intervensi I dan Tantyo Suharno sebagai Tergugat II Intervensi I.
Inti gugatan, penggugat meminta majelis hakim PTUN Yogyakarta membatalkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan RI Nomor 39/HPL/BPN RI/2014 tentang penjualan rumah/tanah dan pemberian hak pengelolaan atas nama Pemda DIY. Sembari menunjukan berkas bukti tertulis, Erick mengungkapkan bahwa Sukrisno Wibowo dan saudara-saudaranya adalah ahli waris yang sah atas tanah maupun bangunan yang dulunya dikenal sebagai Bioskop Indra.
"Sejak dulu mereka tinggal di sana karena sebagai ahli waris. Kawasan tersebut milik kakeknya yang asal Belanda tapi sudah menjadi WNI, bahkan meninggal dunia dan dimakamkan di Yogyakarta. Artinya, pemilik Eks Bioskop Indra ini bukan WNA. Ini perlu dicatat,” tukas Erick.
Namun dalam perkembangan selanjutnya Pemda DIY mengambil alih obyek sengketa dengan mendasarkan pada aturan hukum yang menegaskan bahwa tanah peninggalan WNI yang ditinggalkan pemiliknya pasca kemerdekaan adalah menjadi hak pemerintah.Dengan dasar itulah Pemda memberikan ganti rugi kepada sejumlah pihak yang ‘ngindung’ di kawasan tersebut dalam jumlah miliaran rupiah.
Sedangkan Sukrisno tetap bertahan dan mengajukan perlawanan hukum. Sebab dia memang bukan pengindung, melainkan sebagai ahli waris sah atas tanah dan bangunan tersebut. “Status tanah ini bukan milik WNA, tapi milik WNI yang masih memiliki ahli waris yakni klien kami selaku ahli waris. Karenanya kami ajukan gugatan pembatalan Kepala Badan Pertanahan RI Nomor 39/HPL/BPN RI/2014,” tandas Erick.
Erick menyesalkan langkah Pemda yang mendaku kepemilikan obyek sengketa itu. Bahkan sangat menyayangkan langkah berikutnya yang memberikan ganti rugi kepada para pengindung. Dengan kata lain menggelontorkan uang tidak untuk peruntukan yang semestinya. Hal lain obyek sengketa itu kini justru sudah dirobohkan untuk suatu proyek yang pengerjaannya telah diserahkan kepada sebuah perusahaan atau PT. Padahal proses hukumnya masih berlangsung di pengadilan. “Kami segera kirim surat ke Mendagri, Komnas HAM dan bahkan presiden atas ketidakpatuhan Pemda terhadap hukum,” tegas Erick.
Penulis | : O-Kz |
Editor | : ED-WK02 |