SLEMAN (wartakonstruksi.com) - Seiring penambahan sarana transportasi, satu di antaranya transportasi antarmoda sebagai pembuka akses menuju Bandara yang baru saja diresmikan, Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM) justru mengaku pesimistis.
Pustral pesimistis keberadan sarana transportasi antarmoda ini akan mampu menjadi solusi terkait permasalahan pelik di bidang transportasi, jika tidak disertai pembangunan fisik pendukung yang memadai disertai kebijakan dari pemangku kepentingan.
Baca juga
Pernyataan tersebut disampaikan Iwan Puja Riyadi ST, Koordinator Unit Monitoring dan Evaluasi Kegiatan Pustral UGM menanggapi peluncuran transportasi antarmoda berupa shuttle bus oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi SH M.Si di Sleman beberapa waktu yang lalu.
"Kita lihat Trans Jogja, bisa dibayangkan jarak antar halte, pasti engak waktunya? kalau lintasan jalur bercampur dengan kendaraan lain, bisakah dipastikan waktunya?, jadi kepastian itu ada prasyarat dan prioritas yang butuh keberpihakan,” katanya.
“ Seiring volume lalu lintas yang selalu bertambah dengan headway 20 menit apakah bisa dijamin ketepatan waktunya? terus kepercayaan masyarakat terhadap angkutan umum seperti apa?” sambungnya.
Seharusnya, kata dia, transportasi antarmoda ini disediakan jalan tersendiri, sehingga bisa dipastikan ketepatan waktu tempuh. “Belum lagi ketika perjalanan dari rumah sampai ke halte itu pun rawan menimbulkan kemacetan dan butuh waktu maka perlu desain, terkait penempatan lokasi shelter, kemudian tempat tunggunya seperti apa?" tanyanya.
Menurutnya, berawal dengan ketidakpastian justru akan menyebabkan seseorang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Perlu dipikirkan substansi yang akan dipecahkan dari sebuah desain proyek.
"Kita tahu pentingnya angkutan umum tapi belum diiringi keberpihakan semua pihak bahkan nyaris tidak ada, sering kali bicara angkutan umum seakan akan tugasnya pemerintah baik pusat maupun daerah. Ketersediaan ada tapi kalau tidak termanfaatkan dengan baik itu sama aja. Karena perencanaan terkadang berbasis keinginan bukan kebutuhan," paparnya.
Sebab, dengan adanya kepastian akan mengubah perilaku dan pola pikir. Jangan sampai keberpihakan kepada angkutan umum malah dikalahkan, karena tidak didukung oleh perangkat yang memihak. Dari hasil pengamatan, penempatan shelter armada Trans Jogja yang terdapat di wilayah Prambanan hampir ideal.
“Kalau menurut saya di Yogya ini penempatan yang telah mendekati ideal sebagai lokasi shelter yaitu di sekitar Prambanan atau Klaten, banyak dimanfaatkan warga sekitar menuju tempat aktivitas, tempat parkir sudah tersedia, penumpang tinggal naik bus sampai di tempat kerja," pungkasnya.
Penulis | : Eko Purwono |
Editor | : Sodik |