YOGYAKARTA (wartakonstruksi.com) – Upaya banding yang dilakukan Pemda DIY dan para tergugat lain di Pengadilan Tingi Tata Usaha Negara (PT TUN) Surabaya kandas. Alih-alih mengabulkan banding Pemda DIY dan pembanding lain, Majelis Hakim PT TUN justru menguatkan Putusan PTUN Yogyakarta.
Banding diajukan Pemda DIY sebagai Tergugat II Intervensi 1 di PTUN Yogyakarta lantaran Pemda DIY tidak terima dengan Putusan PTUN Yogyakarta yang mengabulkan seluruh gugatan Sukrisno Wibowo dkk selaku ahli waris eks Biskop Indra di Jl A Yani Yogyakarta.
Dalam amar putusan dengan Nomor 187/B/2018/PT TUN SBY Tahun 2018, Majelis Hamim PT TUN yang diketuai HM Arif Nurdu’a SH MH, dengan hakim anggota H Ishak Lanar SH dan DR Dani Elpah dan panitera Wayudi Arief Budiman SH MH menguatkan Putusan PTUN Yogyakarta Nomor 01/G/2018/PTUN YK tanggal 5 Juli 2018. Majelis hakim juga menghukum pembanding yang terdiri dari Pemda DIY (Tergugat Intervensi 1), Kepala BPN (tergugat I), BPN Kota Yogyakarta (Tergugat II), dan Tantyo Suharno (Tergugat Intervensi 2) untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 250.000.
Sukrisno Wibowo dalam jumpa pers yang digelar Sabtu (15/12/2018) berharap Pemda mau menghormati hukum yang berlaku. Terlebih dalam Putusan Sela di PTUN Yogyakarta tanggal 3 April 2018, Pemda DIY termasuk kontraktor PT Matra Karya diperintahkan menunda kegiatan pembangunan di atas lahan sengketa.
“Artinya penundaan harus dilaksanakan tidak perlu menunggu putusan pengadilan yang sudah Inkracht. Keputusan penundaan berbunyi memerintahkan, ya ditunda dulu. Itu sudah sangat jelas. Kami minta Pemda menghormati hukum yang berlaku," ucap Sukrisno.
Ahli waris, lanjut Sukrisno, kembali mendesak Pemda DIY maupun PT Matra Karya untuk sesegera mungkin menaati, mematuhi, dan menghentikan segala kegiatan pembangunan di atas lahan sengketa tersebut. Jika tidak, maka Pemda telah melanggar UU Nomor. 05 Tahun 1986 Pasal 67.
“Persoalan ini membuat kami sangat dirugikan. Akses keluar masuk saja susah. Sampai sekarang kendaraan kami juga tidak bisa keluar. Hak-hak kami jelas dilanggar. Jadi kami tetap meminta pemerintah agar taat hukum dan menjadi contoh yang baik bagi masyarakat,” tegas Sukrisno. Kendati begitu, Sukrisno menegaskan, ahli waris tetap bersedia berembug demi kepentingan yang lebih luas selama Pemda mengakui hak-hak ahli waris dan ada kompensasi yang wajar. “Kami bersedia melepas hak prioritas atas tanah dan bangunan yang sekarang dikuasai pemerintah secara tidak sah,” tambahnya.
Sengketa kepemilikan lahan eks Bioskop Indra berlangsung cukup panjang. Pemda sendiri sudah memberikan tali asih bagi penyewa lahan tersebut, namun tidak menyentuh ahli waris. Hal itulah yang membuat ahli waris mengajukan gugatan di PTUN Yogyakarta. Saat itu, Majelis Hakim PTUN Yogyakarta mengabulkan seluruh gugatan ahli waris.
Majelis hakim membatalkan sertifikat obyek 1 dan obyek 2 masing-masing Keputusan Kepala Badan Pertanahan RI Nomor 39/HPL/BPN RI/2014 tentang penjualan rumah/tanah dan pemberian hak pengelolaan atas nama Pemda DIY. Kemudian sertifikat hak pengelolaan Nomor 00001 Kelurahan Ngupasan, surat ukur nomor 00718/NGUPASAN/2013 tanggal 06 Mei 2013 dengan luas 5.170 m2 atas nama pemegang hak. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan dari Pemda DIY.
Penulis | : O-Kz |
Editor | : ED-WK02 |