YOGYAKARYA ( wartakonstruksi.com) – Terkait dengan maraknya bisnis Asphalt Mixing Plant (AMP) di DIY dalam beberapa waktu terakhir ini ternyata cukup mendapat sorotan. Dikhawatirkan pembukaan pabrik-pabrik baru dengan hanya berlandaskan regulasi an sich yang tanpa mengindahkan regulasi adat akan menimbulkan implikasi negatif.
Sebab itu pemangku kebijakan di wilayah DIY diharapkan meninjau ulang kebijakannya, serta perlu menyerap dan mengakomodasi aspirasi semua pihak. Salah satunya mengajak duduk bersama dengan AABI (Asosiasi Aspal Beton Indonesia).
Semangat utamanya yakni mengembalikan kepada ruh AABI. Pasalnya, AABI selama ini sebagai wadah untuk menghimpun, membina, mengembangkan kemampuan dan kegiatan serta mendorong kerjasama usaha antar perusahaan yang bergerak di bidang pekerjaan jalan, jembatan dan landasan yang terikat kesamaan teknologi Aspal Beton dan memiliki AMP, dalam kedudukannya sebagai pelaku-pelaku ekonomi nasional agar menjadi sehat dan kuat.
"Untuk tidak terjadi persaingan yang tidak sehat di dalam upaya meningkatkan produksi masing-masing pengusaha AMP, kita kembalikan pada ruh nya AABI," ujar Ketua Asosiasi Kontraktor Nasional(Askonas) DIY M Lutfi Setiabudi ST di Kantornya, Rabu (9/5/2018).
M Lutfi menilai secara regulasi aturan itu sah-sah saja, siapapun bisa mendirikannya. Namun regulasi secara adat, sosial masyarakat kearifan lokal harus diperhatikan yakni pengusaha lokal. Local wisdom merupakan pondasi dari semua aturan yang ada. Itu tidak bisa diabaikan.
Senada hal itu, Ketua AABI DIY Ir Haryanto mengungkapkan pentingnya pemerintah daerah untuk lebih mendorong pengusaha lokal agar maju. Karena senyatanya masih banyak pengusaha lokal yang sanggup melakukan, tinggal bagaimana menciptakan rangsangan atau stimulus agar mereka bergerak ke ranah tersebut.
“Jujur saja, dibutuhkan kebijakan yang lebih merangsang ke pengusaha lokal dalam konteks AMP ini. Bukan sekadar berpegang pada regulasi normatif,” tegas Dirut PT Aneka Dharma Persada yang dihubungi terpisah.
Sementara di sisi lain, M Lutfi mencontohkan dalam bisnis perhotelan sekarang sudah ada moratorium. Regulasi tentang moratorium itu muncul, karena menjawab asosiasi yang melihat jika terlalu banyak hotel maka akan terjadi ke tidak wajaran, begitu pula di dunia usaha AMP.
Menurutnya, jika AMP sudah terlalu banyak, maka dimungkinkan akan terjadi persaingan yang tidak sehat, karenanya diharapkan ruh AABI untuk di fungsikan dan dijalankan oleh masing-masing pengusaha AMP dengan saling berjiwa besar. Dengan mengembalikan pada ruh AABI, niscaya bisa dicapai regulasi yang berbasis adat, tercipta keadilan dan pemerataan untuk memenuhi kebutuhan pasar, antara rasio jalan dan aspal yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan infratsruktur tersebut.
"Kalo dikembalikan ke ruh asosiasi kita bisa diskusi bagaimana sebaiknya, dan kedepannya seperti apa agar menghasilkan out put yang bagus, karena kalau terjadi harga tidak wajar, saling ndlosor maka cara mencari out put nya juga susah dan yang akan mendapat kerugian yang sesungguhnya adalah masyarakat umum," tegas pengusaha muda alumnus Fakultas Teknik Sipil UGM ini.
Siapa pun perlu tahu pembangunan prasarana jalan merupakan sektor vital sebagai penghubung sentra ekonomi ke sentra pemukiman secara efektif sehingga roda perekonomian dapat berjalan dengan lancar. "Karena itu para pelaku usaha AMP sudah semestinya untuk mendukung pengembangan infrastruktur jalan yang ada di wilayah Yogyakarta,” pungkas Dirut PT SKS.
Penulis | : |
Editor | : redaksiwk |