GBS Dukung Skema KPBU Pelabuhan Tanjung Adikarto
Sabtu, 08 September 2018 16:04 WIB

Suasana-Pelabuhan-Adikarto-1600x871

KULONPROGO (wartakonstruksi.com) – Masih belum beroperasinya pelabuhan ikan Tanjung Adikarto di Desa Karangwuni, Wates, Kulonprogo menimbulkan keprihatinan tersendiri. Termasuk dari kelompok Gerbang Bintang Selatan (GBS) yang konsern mengawal pembangunan di Kulonprogo. GBS menilai perlu percepatan pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarto. Tak hanya itu, GBS berharap  warga sekitar ikut dilibatkan dalam pembangunan dan proses beroperasinya pelabuhan tersebut. "Perlu percepatan pembangunan pelabuhan Tanjung Adikarto. Dari Gubernur DIY sangat tepat, dengan geliat pembangunan Kulonprogo di wilayah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang direncanakan oleh pemerintah pusat," kata Ketua GBS, Gendut Minarto kepada Wartakonstruksi.com, Sabtu (8/9/2018). Baca juga: Gendut mengungkapkan, berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DIY dengan didorongnya skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) merupakan cara yang sangat tepat. GBS, sebagai aliansi masyarakat sipil Kulonprogo, lanjut Gendut, menganggap ini sebagai angin segar, sehingga kembali menjadi harapan bagi masyarakat lokal untuk dapat berperan serta aktif dalam pembangunan sampai dengan beroperasinya pelabuhan Tanjung Adikarto. Namun, pihaknya akan sangat menyayangkan apabila potensi lokal masyarakat sekitar, khususnya Desa Karangwuni Wates tidak turut dilibatkan. "Gerbang Bintang Selatan menyerukan kepada seluruh masyarakat lokal untuk menyambut kegiatan kegiatan pembangunan dengan tetap mengacu kepada sikap profesional dan proporsional, sebagai wujud bahwa benar-benar telah dipersiapkan SDM dan SDA lokal Kulonprogo dalam menyongsong pembangunan," ucap Gendut. Pembangunan fisik pelabuhan Tanjung Adikarto saat ini sudah mencapai sekitar 90 persen. Pembangunan sarana-sarana fungsional yang telah selesai dibangun berupa tempat pelelangan ikan (TPI), shelter nelayan, pabrik es, docking perbaikan kapal, dan tempat menambatkan kapal dan pemecah ombak (break water). Pembangunan pelabuhan perikanan itu terhenti karena mengalami perubahan desain, khususnya untuk pembangunan pemecah ombak. Untuk pemecah ombak sisi sebelah timur yang telah terealisasi 220 meter rencananya akan diperpanjang menjadi 390 meter. Sedangkan untuk sebelah barat, yang sebelumnya terealisasi 225 meter akan diperpanjang hingga 350 meter. Diperkirakan, anggaran untuk break water mencapai Rp 400 miliar. Selain pekerjaan fisik yang masih tersisa, sejatinya masih ada pekerjaan rumah lain yang harus segera diselesaikan terutama berkaitan dengan kesiapan SDM lokal. Sejauh ini SDM lokal DIY masih masih kalah saing dibanding nelayan daerah sekitar seperti Pacitan dan Cilacap.   Jurnalis : Arif K Fadholy Editor     : Sodik    
Penulis :
Editor : wkeditor
COMMENTS
Belum ada komentar dari pembaca

Opini

Popular News