Gula Rafinasi Merajalela di Pasaran, Pemerintah Tak Tegas Terapkan Aturan
Minggu, 28 Juli 2019 05:39 WIB

Gula+rafinasi+beredar+luas+di+pasaran+tanpa+penindakan+dari+pemerintah.+Foto%3A+Eko+Purwono

SLEMAN (wartakonstruksi.com) - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) geram, pasalnya gula rafinasi beredar di pasaran umum. Padahal seharusnya gula tersebut diperuntukan hanya bagi industri pengguna sebagai bahan baku proses produksi dan bahan penolong.

Hal ini  bertentangan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2019 tentang gula rafinasi. Peredaran gula rafinasi secara umum membuat produksi gula petani kian terpuruk. Hasil sidak APTRI dijumpai gula rafinasi beredar bebas di pasar dalam bentuk kemasan.

Baca juga

Sunardi Edy Sukamto, pengurus DPP APTRI menilai akibat praktik ilegal itu membuat gula kristal putih milik petani dan pabrik gula BUMN tidak bisa terserap ke pasar secara baik. Mirisnya lagi saat sedang memasuki masa panen raya dan musim giling ternyata hasil gula kristal putih tidak bisa dipasarkan, lantaran maraknya gula rafinasi tersebut.

"Untuk gula konsumsi secara nasional kita butuh pada kisaran 2,8 juta ton, kita masih kurang. Kemudian gula rafinasi kebutuhanya kurang lebih 2,5 juta ton, namun kapasitas terpasang pabrik gula rafinasi mencapai 5 juta ton," jelas Edy.

Dari hasil penelusuran selama 2 hari, ditemui gula rafinasi kemasan di beberapa wilayah di antaranya di Jawa Tengah dan DIY. "Di Klaten gula rafinasi dalam kemasan 1 kg, hari ini di Pasar Cebongan Sleman ada kemasan 1 kg dan 1/2 kg, lalu di Pasar Borobudur Magelang justru dijual dalam jumlah besar di pasar," katanya.

"Gula rafinasi ini dijual di pasaran Rp 10 rb per kg, yang seharusnya gula tebu rakyat laku dengan harga Rp 11 rb per kg. Mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan, sementara yang dirugikan adalah jutaan manusia yang terlibat dalan industri pergulaan nasional, ini yang membuat kami geram," keluhnya.

Pemerintah dinilai tidak tegas dalam menerapkan regulasi yang sudah diterbitkan. Praktek ilegal  ini  bisa dilakukan oleh distributor atau  bisa jadi pengguna, yang dimungkinkan nilai kontraknya lebih besar dari kebutuhan. "Sampai saat ini pelanggaran yang terjadi, tidak diberikan sanksi oleh pemerintah, baik administrasi ataupun pencabutan izin usaha mereka," tandas dia.

 

Penulis : Eko Purwono
Editor : ED-WK01
COMMENTS
Belum ada komentar dari pembaca

Opini

Popular News