MA Batalkan Permen PU 7/2019, Usaha Kecil Kembali ke Rp 2,5 Miliar
Kamis, 19 Maret 2020 08:06 WIB

MA+Batalkan+Permen+PU+7%2F2019+karena+bertentangan+dengan+aturan+di+atasnya

YOGYAKARTA (wartakonstruksi.com) – Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) nomor 7 Tahun 2019 Tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia dinyatakan batal karena bertentangan dengan aturan di atasnya.

Demikian tertuang dalam putusan Mahkamah Agung nomor 64 P/HUM/2019 yang diputus dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada 3 Oktober 2019 oleh Dr. H. Supandi SH M.Hum sebagai ketua majelis dan Dr. Irfan Fachruddin SH CN, dan Dr. H. Yodi Martono Wahyunadi SH MH, hakim-hakim agung sebagai anggota.

Baca juga

Ada tiga poin dalam amar putusan majelis hakim. Pertama, mengabulkan permohonan keberatan  hak uji materiil dari pemohon DPP Asosiasi Aspal dan Beton Indonesia (AABI). Kemudian menyatakan Pasal 21 ayat (3) huruf a, b, dan c Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 07/PRT/M/2019 Tentang Standard an Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal dalam Permen PUPR 7/2019 itu bertentangan dengan UU No.2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi, UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaa Barang/Jasa Pemerintah.

“Serta bertentangan juga dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan karenanya tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian bunyi amar putusan majelis hakim.

“Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Perum Percetakan Negara untuk diumumkan dalam Berita Negara. Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1 juta rupiah,” lanjut amar putusan.

Permohonan uji materiil diajukan DPP AABI karena dinilai merugikan asosiasi. Permen PU Nomor 7/2019 membuat anggota AABI merugi karena kesulitan menutup biasa investasi yang cukup mahal sehingga membuat anggota AABI cenderung akan memilih melakukan downgrade agar bisa survive.

Muatan Pasal 21 ayat (3) huruf a, b dan c yang menentukan bahwa HPS sampai dengan Rp 10 miliar disyaratkan hanya untuk penyedia jasa pekerjaan dengan kualifikasi usaha kecil, HPS di atas Rp 10 miliar sampai Rp 100 miliar untuk kualifikasi usaha menengah atau HPS di atas Rp 100 miliar untuk usaha besar.

Ketentuan itu bertentangan dengan Pasal 65 ayat (4) Perpres No. 16 Tahun 2018 yang mengatur bahwa nilai paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasalainnya paling banyak Rp 2,5 miliar dicadangkan dan peruntukannya bagi usaha kecil, kecuali untuk pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi usaha kecil.

Pasa 21 ayat (3) huruf a.b dan c Perpen PU 7/2019 juga bertentangan dengan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Pada Pasal 6 ayat (2) huruf a dan b ditentukan bahwa kriteria usaha kecil  adalah memiliki kekayaan bersih Rp 50 juta sampai Rp 500 juta, dan memiliki penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai paling banyak Rp 2,5 miliar.

Pasal 21 Permen PU 7/2019 juga bertentangan dengan UU No.2 Tahun 2017 khususnya pasal 25 yang menyatakan bahwa segmentasi pasar jasa konstruksi diatur dalam bentuk PP.

Pengaturan tentang segmentasi itu juga melanggar prinsip muatan dan kesesuaian jenis karena dibuat secara tanpa wewenang. “Pengaturan tentang segmentasi adalah wewenang Presiden bukan menteri, sehingga materi muatan dalam obyek sengketa bersifat batal demi hukum,” bunyi dasar permohonan AABI.

 

Penulis : O-Kz
Editor : Dodi Pranata
COMMENTS
Belum ada komentar dari pembaca

Opini

Popular News