"Pun ajeng dibangun Mbak? Alhamdulilah," tanya Sugiman sumringah saat melihat jurnalis wartakonstruksi.com memotret lahan bekas pasar Gawok Wates.
Namun ia kembali lesu, ketika mendengar jawaban yang didapat. “Belum pak, belum tahu saya hanya motret,”
Baca juga
Sugiman kembali lesu. Sembari menghela napas ia hanya bisa pasrah, duduk di atas becaknya menunggu penumpang yang mungkin akan datang. Meski tidak lagi banyak yang menggunakan jasanya, ia tetap berusaha menjemput rezeki.
Sugiman, warga Kriyanan, Wates, Kulon Progo ini tetap setia mangkal di belakang terminal Wates Kulon Progo Yogyakarta sejak pagi hingga petang hari.
Sesekali ia tampak termenung menyaksikan pagar seng di depannya. Pagar seng ini menutup bekas Pasar Burung Gawok Wates yang sudah lama ditinggalkan para pedagangnya sejak 2019 lalu.
"Sepi banget sekarang. Sehari menunggu belum tentu ada penumpang. Bahkan pernah tiga sampai empat hari tidak pernah narik sama sekali. Tidak ada penumpangnya. Sepi sekali. Tidak tahu ini bagaimana lagi buat beli kebutuhan," ucapnya lirih.
Sugiman menceritakan di masa Pasar Burung Gawok masih beroperasi, keadaan masih ramai, penumpang terutama pedagang yang naik becak untuk membawa barang dagangan juga masih banyak. Namun, kondisi semakin memburuk, setelah Pasar Burung Gawok dikosongkan, karena pindah ke pasar terpadu Pengasih sekitar November, tahun 2019 lalu.
"Kalau dulu itu ramai, dari ujung sini sampai selatan sana pedagang banyak, ramai, pengunjung juga banyak, jadinya becak juga laku, sekarang sepi sekali. Sehari narik sekali saja sudah Alhamdulillah sekali. Pernah tiga atau empat hari itu tidak ada penumpang sama sekali, sepi sekali ini, apalagi sejak tidak ada pasar ini," tutur Sugiman.
Kesedihan semakin dirasakan Sugiman, ketika menyaksikan bekas Pasar Gawok di depannya yang kini terbengkelai, tidak terurus, dan belum juga dibangun.
"Ya gimana ya kalau lihat bangunan di depan ini itu, dulu bagus-bagus, ramai suasananya, banyak penjual. Tidak hanya penjual burung, ikan, ayam, tapi penjual makanan, warung makanan nasi rames, mie ayam, soto, sate banyak pedagangnya, yang beli tidak cuma pedagang dan pembeli pasar burung, banyak yang dari sopir terminal, orang yang lewat. Banyak lah, ramai, jalurnya strategis sekali. Tapi sekarang jadi kayak gini, sepii, bangunan di depan juga kayak gitu, hanya jadi grumbul kayak gitu,sayang sekali," tutur Sugiman sembari menghela napas.
Bangunan di kawasan bekas Pasar Burung Gawok Wates yang berada di belakang terminal Wates kondisinya memang sangat memprihatinkan, setelah ditinggalkan para pedagangnya. Bangunan utama los dan kios sejatinya masih cukup bagus, namun sebagian atap-atap dan lantai mengalami kerusakan. Bagian sisi utara yang kosong juga ditumbuhi rumput-rumput dan tanaman liar.
Sugiman menceritakan kala itu, seluruh pedagang dipindahkan ke Pasar Hewan Terpadu Pengasih, karena kawasan Pasar Gawok di belakang terminal Wates ini akan dijadikan taman kota, ruang terbuka hijau. Para pedagang pun sebagian pindah ke Pasar Hewan Terpadu Pengasih, namun ada juga yang pindah ke tempat lain, seperti di ruko utara Pasar Gawok atau seperti istrinya, Sonem yang berjualan sate kambing dan rekannya Mbok Rus yang berjualan nasi rames memilih pindah ke daerah Beji, barat RSUD Wates.
Berjualan di tempat baru yang lokasinya tidak seramai belakang terminal Wates dulu mereka jalani demi tetap mendapatkan penghasilan.
Namun sayangnya, pengorbanan para pedagang seolah sia-sia. Karena taman kota yang katanya akan dibangun di bekas Pasar Gawok, hingga kini belum juga dibangun.
"Ya sedih ya, kecewa ya pripun, katanya dulu disuruh pindah itu karena mau dibangun biar bagus jadi taman begitu, sudah pindah, sudah sepi, masih juga belum dibangun, keadaannya malah seperti ini," lanjutnya.
Sugiman menyesalkan sikap pemerintah yang menyuruh pindah namun setelah ditinggalkan justru dibiarkan mangkrak.
"Kalau belum mau dibangun ya kenapa disuruh pindah, sayang cuma jadi begini. Kalau gak disuruh pindah kan masih bisa jualan, masih ramai disini, saya juga masih bisa bawa penumpang. Harusnya kalau sudah mau dibangun jelas baru disuruh pindah, jadi tidak sia-sia pindahnya, ada hasilnya, terus juga syukur bisa balik lagi ramainya, banyak penumpang, rejekinya lancar," pungkasnya.
Penulis | : W Damaryanti |
Editor | : Dodi Pranata |